Kurang dari empat jam, rumah makan bernama "Ramen Nagi" itu menjual seratus porsi mie "Insect Tsukemen", yang disiapkan eksklusif untuk penjualan hanya pada Minggu.
Permukaan mi itu dibubuhi belasan jangkrik tidak besar dan cacing, yang lalu oleh penikmatnya dicelupkan ke sup, yang telah diberi rasa menggunakan bubuk jangkrik, belalang, atau cacing sutera.
"Isiannya telah digoreng dalam minyak, jadi teksturnya sungguh renyah dan tidak memiliki rasa buruk," kata salah seorang penikmat, mahasiswa berumur 22 tahun, Anri Nakatani.
Kegiatan itu digelar oleh pemilik rumah makan dan Yuta Shinohara, seorang pria yang sebelumnya juga menggelar kegiatan memakan serangga dalam perayaan Hari Kasih Sayang (Valentine Day) yang menghidangkan cokelat, kue, dan koktail dengan materi olahan dari serangga.
Shinohara yang mulai memakan serangga semenjak kecil mengaku ingin mengenalkan budaya makanan alternatif di Jepang dan semua dunia melewati ramen, sebuah makanan Jepang yang telah terkenal di dunia.
"Melewati ramen, saya ingin menyebarkan betapa menyenangkannya dan nikmatnya memakan serangga,"
Paket hidangan penuh yang seharga sekitar Rp 350.000 tersebut terdiri atas ramen serangga, semangkuk nasi campur jangkrik, risoles cacing kering, dan es krim yang dibubuhi bubuk serangga. Untuk ramen-nya sendiri seharga sekitar Rp 200.000.
Serangga diketahui dikonsumsi di banyak negara seperti China, Ghana, Meksiko, dan Thailand. Suku asli di Australia juga mengonsumsi serangga sebagai sumber protein hewani dari generasi ke geenrasi.
Kumbang bahkan menjadi bagian dalam hidangan tradisional Jepang di daerah pedesaan, namun hanya sedikit penghuni di daerah perkotaan yang punya peluang mencoba jenis panganan tersebut.
Wisatawan asal California
"Saat ini, ramen telah mulai dikenal di California. Jadi, mungkin, sepuluh atau 5 tahun mendatang, ramen serangga menyusul,"
0 komentar:
Posting Komentar